Selasa, 03 April 2012

Biography


My Biography

Siti Salamah Fauziah born in Garut, April 28, 1993.She was the fifth child of the couple and Ade Sugiat Deti Darliah. She went to SDN Karangsari 1 in the year 1999-2005. At that time she has always been a champion of starting grade 1 to grade 6. She also once took a quiz competition held by the Department of Education in kab.Garut in 2004 representing the school. Graduated from elementary school she went to SMPN 1 Pangatikan, not far from her home. Every day she walked down the field wide enough to go to school. In 2007 she was elected chairman of her school's student council. In addition she was active in student council she was also following other organizations that Paskibra and PRAMUKA. Although she was not tall enough to become a flag raisers, but she was in trust to do it.
               After graduating from junior high she was willing to continue to SMAN I GARUT which is a school which she had aspired since her elementary school. But good luck on her side yet. The final value is not large enough to get into high school. Finally she went to the school of SMAN 3 Garut which is her brother school at that time.
               In 2008 she joined a martial arts tournament kab.Garut, she represented her district to attend the event. But unfortunately once again fortune favors her and she has not only get a champion of hope only. After that she began to pursue activities that martial arts because she wanted to prove to people that she can and is able to obtain title in her city.
In 2009 she returned following the tournament, this time she only got to 2 champions. However, she kept trying and practicing diligently. Until finally in 2010 and without selection kab.Garut she believed to represent the level tournament in West Java. She received her first prize for the category of adult daughters.
She graduated high school in 2011, then she continued her school to the State Islamic University Sunan Gunung Djati Bandung and majored Agroteknologi to date.

Jumat, 30 Maret 2012

kuantitas hadits


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hadits yang dipahami sebagai pernyataan, perbuatan, persetujuan dan hal yang berhubungan dengan Nabi Muhammad saw. Dalam tradisi Islam, hadits diyakini sebagai sumber ajaran agama kedua setelah al-Quran. Disamping itu hadits juga memiliki fungsi sebagai penjelas terhadap ayat-ayat al-Qur’an sebagaimana dijelaskan dalam QS: an-Nahl ayat 44. Hadits tersebut merupakan teks kedua, sabda-sabda nabi dalam perannya sebagai pembimbing bagi masyarakat yang beriman. Akan tetapi, pengambilan hadits sebagai dasar bukanlah hal yang mudah. Mengingat banyaknya persoalan yang terdapat dalam hadits itu sendiri. Sehingga dalam berhujjah dengan hadits tidaklah serta merta asal comot suatu hadits sebagai sumber ajaran.
Adanya rentang waktu yang panjang antara Nabi dengan masa pembukuan hadits adalah salah satu problem. Perjalanan yang panjang dapat memberikan peluang adanya penambahan atau pengurangan terhadap materi hadits. Selain itu, rantai perawi yang banyak juga turut memberikan kontribusi permasalahan dalam meneliti hadits sebelum akhirnya digunakan sebagai sumber ajaran agama. Mengingat banyaknya permasalahan, maka kajian-kajian hadits semakin meningkat, sehingga upaya terhadap penjagaan hadits itu sendiri secara historis telah dimulai sejak masa sahabat yang dilakukan secara selektif. Para muhaddisin, dalam menentukan dapat diterimanya suatu hadits tidak mencukupkan diri hanya pada terpenuhinya syarat-syarat diterimanya rawi yang bersangkutan. Hal ini disebabkan karena mata rantai rawi yang teruntai dalam sanad-sanadnya sangatlah panjang. Oleh karena itu, haruslah terpenuhinya syarat-syarat lain yang memastikan kebenaran perpindahan hadits di sela-sela mata rantai sanad tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 . Pembagian Hadits Berdasarkan Kuantitas
Hadits ditinjau dari segi sedikit-banyaknya rawi yang menjadi sumber berita terbagi pada dua macam, yaitu hadits mutawatir dan hadits ahad.
2.1.1 Hadits Mutawatir
 A.Pengertian
Mutawatir menurut bahasa adalah isim fa’il musytaq dari atawatur Artinya At-tatabu’
 (berturut-turut).
Adapun hadits mutawatir menurut istilah ulama hadits adalah suatu hasil hadits tanggapan pancaindera, yang diriwayatkan oleh sejumlah besar rawi, yang menurut kebiasaan mustahil mereka berkumpul dan bersepakat untuk mengkabarkan berita dengan dusta.
B. Syarat-syarat Hadits Mutawatir
Syarat-syarat hadits mutawatir, yaitu :
1)      Hadits (khabar) yang diberitakan oleh rawi-rawi tersebut harus berdasarkan tanggapan (daya tangkap) pancaindera. Artinya bahwa berita yang disampaikan itu benar-benar merupakan hasil pemikiran semata atau rangkuman dari peristiwa-peristiwa yang lain dan yang semacamnya, dalam arti tidak merupakan hasil tanggapan pancaindera (tidak didengar atau dilihat sendiri oleh pemberitanya, maka tidak dapat disebut hadits mutawatir walaupun rawi yang memberikan itu mencapai jumlah yang banyak.
2)      Bilangan para perawi mencapai suatu jumlah yang menurut adat mustahil mereka untuk berdusta. Dalam hal ini para ulama berbeda pendapat tentang batasan jumlah untuk tidak memungkinkan bersepakat dusta.
a. Abu Thayib menentukan sekurang-kurangnya 4 orang. Hal tersebut diqiyaskan dengan jumlah saksi yang diperlukan oleh hakim.
b. Ashabus Syafi’i menentukan minimal 5 orang. Hal tersebut diqiyaskan dengan jumlah para Nabi yang mendapatkan gelar Ulul Azmi.
c. Sebagian ulama menetapkan sekurang-kurangnya 20 orang. Hal tersebut berdasarkan ketentuan yang telah difirmankan Allah tentang orang-orang mukmin yang tahan uji, yang dapat mengalahkan orang-orang kafir sejumlah 200 orang (lihat surat Al-Anfal ayat 65).
d. Ulama yang lain menetapkan jumlah tersebut sekurang-kurangnya 40 orang. Hal tersebut diqiyaskan dengan firman Allah:
“Wahai nabi cukuplah Allah dan orang-orang yang mengikutimu (menjadi penolongmu).” (QS. Al-Anfal: 64).
3)      Seimbang jumlah para perawi, sejak dalam thabaqat (lapisan/tingkatan) pertama maupun thabaqat berikutnya. Hadits mutawatir yang memenuhi syarat-syarat seperti ini tidak banyak jumlahnya, bahkan Ibnu Hibban dan Al-Hazimi menyatakan bahwa hadits mutawatir tidak mungkin terdapat karena persyaratan yang demikian ketatnya. Sedangkan Ibnu Salah berpendapat bahwa mutawatir itu memang ada, tetapi jumlahnya hanya sedikit.
Ibnu Hajar Al-Asqalani berpendapat bahwa pendapat tersebut di atas tidak benar. Ibnu Hajar mengemukakan bahwa mereka kurang menelaah jalan-jalan hadits, kelakuan dan sifat-sifat perawi yang dapat memustahilkan hadits mutawatir itu banyak jumlahnya sebagaimana dikemukakan dalam kitab-kitab yang masyhur bahkan ada beberapa kitab yang khusus menghimpun hadits-hadits mutawatir, seperti Al-Azharu al-Mutanatsirah fi al-Akhabri al-Mutawatirah, susunan Imam As-Suyuti(911 H), Nadmu al-Mutasir Mina al-Haditsi al-Mutawatir, susunan Muhammad Abdullah bin Jafar Al-Khattani (1345 H).
C. Klasifikasi Hadits Mutawatir
Para ulama membagi hadits mutawatir menjadi tiga, yaitu : mutawatir lafdzi, mutawatir maknawi, dan mutawatir ‘amali.
1.      Hadits Mutawatir Lafdzi
Hadits mutawatir lafdzi adalah hadits yang diriwayatkan oleh orang banyak yang susunan redaksi dan maknanya sesuai benar antara riwayat yang satu dengan riwayat yang lainnya. Yakni : hadits yang sama bunyi lafadz, hukum dan maknanya.
Contohnya :
“Barang siapa yang sengaja berdusta atas namaku hendaklah ia bersiap-siap menduduki tempat duduknya dineraka” (HR Bukhori)
       Menurut Abu Bakar Al-Bazzar hadits tersebut diriwayatkan oleh 40 orang sahabat sebagaimana ulama mengatakan bahwa hadits tersebut diriwayatkan oleh 62 orang sahabat dengan lafadz dan makna yang sama. Hadits tersebut terdapat pada 10 kitab hadits, yaitu Al-Bukhori, Muslim, Ad-darimi, Abu Dawud, Ibn Majjah, At-Tirmidzi, At-Thayasili, Abu Hanifah, Ath-Tharbini, dan Al-Hakim.
2.      Hadits Mutawatir Maknawi
Hadits mutawatir maknawi adalah hadits yang lafadz dan maknanya berlainan antara satu riwayat dengan riwayat yang lainnya, tetapi terdapat persesuaian makna secara umum (kulli).
hal ini sebagaimana dinyatakan dalam kaidah ilmu hadits, yakni : Hadis yang berlainan bunyi dan maknanya, tetapi dapat diambil makna umum.
Contohnya :
“Nabi SAW. Tidak mengangkat kedua tangannya dalam do’a beliau, kecuali dalam shalat istiskha, kemudian beliau mengangkat tangannya hingga tampak putih-putih kedua ketiaknya” (HR Bukhari)
3.      Hadits Mutawatir ‘Amali
Hadits mutawatir ‘amali adalah sesuatu yang diketahui dengan mudah bahwa ia dari agama dan telah mutawatir dikalangan umat islam bahwa Nabi SAW. Mengajarkannya atau menyuruhnya atau selain dari itu. Dari hal itu dapat dikatakan soal yang telah disepakati .
Contoh hadits mutawatir ‘amali adalah berita-berita yang menerangkan waktu dan raka’at shalat, shalat jenazah, shalat ied, hijab perempuan yang bukan mahram, kadar zakat, dan segala rupa amal yang telah menjadi kesepakatan, ijma’.
D. Faedah Hadits Mutawatir
Hadits mutawatir memberikan faedah ilmu daruri, yakni keharusan untuk menerimanya secara bulat sesuatu yang diberitahukan mutawatir karena ia membawa keyakinan yang qath’i (pasti), dengan seyakin-yakinnya bahwa Nabi Muhammad SAW benar-benar menyabdakan atau mengerjakan sesuatu seperti yang diriwayatkan oleh rawi-rawi mutawatir.
Dengan demikian, dapatlah dikatakan bahwa penelitian terhadap rawi-rawi hadits mutawatir tentang keadilan dan kedlabitannya tidak diperlukan lagi, karena kuantitas/jumlah rawi-rawinya mencapai ketentuan yang dapat menjamin untuk tidak bersepakat dusta. Oleh karenanya wajiblah bagi setiap muslim menerima dan mengamalkan semua hadits mutawatir. Umat Islam telah sepakat tentang faedah hadits mutawatir seperti tersebut di atas dan bahkan orang yang mengingkari hasil ilmu daruri dari hadits mutawatir sama halnya dengan mengingkari hasil ilmu daruri yang berdasarkan musyahailat (penglibatan pancaindera).
E. Kitab-kitab Tentang Hadits-hadits Mutawatir
Sebagian ulama telah mengumpulkan hadits-hadits mutawatir dalam sebuah kitab tersendiri. Diantara kitab-kitab tersebut adalah :
1.      Al-Azhar Al-Mutanatsirah fi Al-Akhbar Al-Mutawatirah, karya As=Suyuihi, berurutan berdasakan bab.
2.      Qath Al-Azhar, karya As-Suyuthi, ringkasan dari kitab diatas.
3.      Al-La’ali’ Al-Mutanatsirah fi Al-Ahadits Al-Mutawatirah, karya Abu Abdillah Muhammad bin Thulun Ad-Dimasqi.
4.      Nazhm Al-Mutanatsirah min Al-Hadits Al-Mutawatirah, karya Muhammad bin Ja’far Al-Kattani.

2.1.2 Hadits Ahad
A. Pengertian hadits ahad
                   Hadits ahad adalah hadits yang jumlah rawinya tidak sampai pada jumlah mutawatir,tidak memnuhi syarat mutawatir, dan tidak pula sampai pada derajat mutawatir. Hal ini dinyatakan dalam kaidah hadits sbb :
 “ Hadits yang tidak mencapai derajat mutawatir
B.Klasifikasi Hadits ahad
                   Jumlah rawi dari masing-masing thabaqah, mungkin 1 orang, 2 orang, 3 orang, atau malah lebih banyak, namun tidak sampai pada tingkat mutawatir.
Berdasarkan jumlah thaqabah masing-masing rawi tsb,hadits ahad ini dapat dibagi dalam 3 macam, yaitu masyhur,”aziz,dan gharib
1.      Hadits Masyhur
a.       Pengertian hadits masyhur
Menurut bahasa, Masyhur adalah Muntasyir, yaitu sesuatu yang sudah tersebar, sudah popular. Adapun menurut istilah, hadits masyhur adalah
“ Hadits yang diriwayatkan oleh b3 orang atau lebih pada setiap thabaqah tidak mencapai derajat mutawatir
b.      Klasifikasi hadits masyhur
Istilah masyhur yang diterapkan pada suatu hadits kadang-kadang bukan untuk memberikan sifat-sifat hadits menurut ketetapan diatas, yakni banyaknya rawi yang meriwayatkan suatu hadits, tetapi diterapkan juga untuk memberikan sifat suatu haduts yang mempunyai ketenaran dikalangan para ahli ilmu tertentu atau kalangan masyarakat ramai.
2.      Hadits ‘Aziz
Aziz menurut bahasa adalah asy-safief (yang mulia), an-nadir (yang sedikit wujud nya), ash-shab‘bul ladzi yakadu la yuqwa ,alaih (yang sukar diperoleh), dan Al-Qawiyu (yang kuat).
Adapun menurut istilah, hadits aziz adalah,
Hadits yang diriwayatkan oleh 2 orang, walaupun 2 orang rawi tsb terdapat pada satu thabaqah saja, kemudian orang-orang meriwayatkan nya.
 Berikut ini contoh hadits aziz :
a.       Contoh hadits aziz pada thabaqah pertama
Kami adalah orang-oarang terakhir didunia yang terdahulu pada akhir kiamat (H.R Ahmad dan An-Nasa’i)
Hadits tersebut diriwayatkan oleh dua orang sahabat (Thabaqhah) sahabat pertama, yakni : Hudzaifah ibn al-yaman dan abu hurairah.
Hadits tersebut pada thabaqhah kedua sudah manjadi masyhur sebab melalui periwayatan abu hurairah, hadits diriwayatkan oleh 7 orang, yaitu : abu salamah, abu hazim,thawus, al-a’raj, abu-shalih, humam, dan ‘abd ar-rahman
b.      Contoh hadits azz pada thabaqha ke du,yaitu :
tidak sempurna iman seseorang darimu sehingga Aku lebih dicintai nya daripada dirinya sendiri, orang tua nya, anak-anak nya , dan manusia seluruh nya ( mutafaq alaih )
Hadits tersebut diterima oleh anas bin malik (thabaqhah pertama), kemudia diterima oleh qatadah dan ‘abd al-‘aziz (thabaqhah kedua) dari qatadah diterima oleh Husain al-muallim an syubah, sedangkan darii abd al aziz diriwayatkan oleh abd al warist dan ismail ibn ulaiyah (thabqhah ketiga). Pada thabaqhah ke empat, hadits itu diterima masing-masing oleh yahya ibn ja’far dan yahya ibn sa’id dari syu’bah, zuhair ibn harb dari ismail menurut dan syiaban ibn abi syaibah dadri abd al warits
Sebagaiman hadits masyhur, hadits aziz pun ada yang shahih, hasan, dhaif. Keazizan suatu hadits tidak identik dengan shahih tidak nya nilai hadits
2.2  Pembagian Hadits Berdasarkan Kualitas
       Hadits ditinjau dari segi kualitas rawi  yang meriwayatkannya, ternagi dalam tiga macam,yaitu sahih,hasan,dan dhaif.
1.Hadist sahih
a.pengertian hadist sahih
    sahih menurut lughat adalah lawan dari “SAQIM”, artinya sehat lawan sakit,hak lawan batil.Menurut ahli hadist,hadist sahaih adalah hadist yang sanadnya bersambung,dikutip oleh orang yang adil lagi cermat dari orang yang sama,sampai berakhir pada Rasululloh SAW., atau sahabat atau tabiin, bukan hadist yang syadz (kontroversi) dan terkena ‘illat yang menyebabkan cacat dalam penerimaannya.
      Dalam definisi lain,hadist sahihi adalah,
Hadist yang dinukil{diriwayatkan} oleh rawi-rawi yangadil,sempurna ingatannya sanadnya bersambung-sambung,tidak ber-illat,dan tidak jangkal.
b.Syarat-syarat hadist sahih
Menurut muhaditsin,suatu hadist dapat dinilai sahih,apabia memenuhi syarat berikut.
1.Rawinya bersifat adil
Menurut Ar-Rzi,kedilan adalah tenaga jiwa yang mendorong untuk selalu bertindak takwa,menjauhi dosa-dosa besar,menjuhi kebiasaan melakukan dosa-dosa kecil,dan meninggalkan perbuatan-perbuatan mubah yang menodai muru’ah,seperti makan sambil berdiri di jalanan,buang air (kencing) di tempat yang bukan disediakan untuknya,dan bergurai yang berlebihan.
 Menurut Syuhudi Ismail,Kriteria-Kriteria periwayat yang bersifat adil,adalah:
·         Beragama islam
·         Berstatus mukalah (Al-Mukallaf)
·         Melaksanakan ketentuan agama
·         Memelihara muru’ah.

2.Rawinya bersifat dhabit
     Dhabit adalah bahwa rawi yang bersangkutan dapat menguasai hadistnya dengan baik,baik dengan hapalan yang kaut atau dengan kitabnya,lalu ia mampu mengungkapkannya kembali ketika meriwayatkannya.
3.Sanadnya bersambung
     Yang dimaksud dengan ketersambugan sanad adalah bahwa setiap rawihadist yang bersangkutan benar-benar menerimnya dari rawi yang berada di atasnya dan begitu selanjutnya sampai  kepada pembicara yang pertama.
4.Tidak ber-‘illat
        Maksudnya bahwa hadits yang bersangkutan terbebas dari cacat keshahihannya, yakni hadits itu terbebas dari sifat-sifat samar yang membuatnya cacat, meskipun tampak bahwa hadist itu tidak menunjukan adanya cacat tersebut.
5.Tidak Syadz (Janggal)
       Kejanggalan hadits terletak pada adanya perlawanan antara suatu hadits yang diriwayatkan oleh Rawi yang makbul (yang dapat di terima periwayatnya)
       Jadi, hadits shahih adalah hadits yang riwayatnya adil dan sempurna ke-dhabit-annya, sanadnya mutashil, dan tidak cacat matannya marfu, tidak cacat dan tidak janggal.
C. Klasifikasi hadits shahih
        Hadits shahih terbagi menjadi 2, yaitu:
1.      Shahih li dzatih
2.      Shahih li ghairih
D. martabat hadits shahih
        Hadits shahih yang paling tinggi derajatnya adalah hadits yang bersanad ashahul asanid, kemudian berturut-turut sebagai berikut:
1.      Hadits yang disepakati oleh bukhari muslim
2.      Hadits yang diriwayatkan oleh imam bukhari sendiri
3.      Haditsng diriwayatkan oleh imam muslim sendiri
4.      Hadits shhih yang diriwayatkan menurut syarat-syarat bukhari dan muslim, sedangkan kedua imam itu tidak mentakhrijnya.
E. Karya-karya yang hanya memuat hadits shahih
       Diantara karya-karya yang hanya memuat hadits shahih adalah :
1.      Shahih Bukhari
2.      Shaih Muslim
3.      Mustadrak Al-Hakim
4.      Shaih Ibnu Hibban
5.      Shahih Ibnu Khuzimah
2.Hadist Hasan
     Pengertian Hadis Hasan
            Hasan, menurut Lughat adalah sifat musyabah dari ‘Al-Husna’, artinya bagus.
            Menurut Ibnu Hajar, hadis hasan adalah :
            Khabar ahad yang dinukik oleh orang yang adil, kurang sempurna hapalan nya